Hujan itu Kamu ~ eps #1
“Kamu tau, Nda aku suka liat kamu sama Linda. Cocok tau.
Jadian aja” pandangan Aira menerawang jauh. “Kamu suka sama Linda kan, kak Nda
?” kali ini ia menatap serius pada Nanda.
Nanda menatapnya cukup lama,“Tetep aja ngga boleh tau ! yuk
balik !”
***
Entah darimana berantah perasaan
aneh ini hadir. Perasaan yang ngga biasa dan sumpah bikin gua sama sekali ngga
nyaman. Buat gua untuk berusaha biasa aja di tengah-tengah perasaan yang
mendadak sangar ini. Nanda. Ya, cowo yang satu ini “katanya” sih keren. Tapi
dengan catatan, “KONDISIONAL” !!!
Di hari biasa, ia hanya seorang cowo yang
‘belo’ dan amit-amit nyebelinnya. Sok cuek dan kadang sok mikir. Dia adalah
orang paling bodoh tapi pinter yang gua kenal. Meskipun dia ngga ngeh banget
sama namanya pelajaran-nyaris semua mapel- , dia tipe orang yang pemikir. Dia tipikal
cowo yang perhatiannya diem-diem. Dan satu, dia setia.
Entah juga, gimana awal dari
kerekatan hubungan kami. Yang jelas, kami dipertemukan Tuhan melalui organisasi
kami tercinta saat ini, Pramuka kami, meskipun sebelumnya kami juga satu pleton
pada acara pelatihan pengibaran 17 Agustus sekolah. Tidak begitu dekat hingga
‘entah’ tadi bisa membuat kami seperti saat ini. Ya, saat ini. Saat dimana
segala macam rasa bergulat hebat di dadaku.
Kami berteman baik –mungkin-,
sangat baik. Terkadang, jika kalian tidak mengenal kami kalian akan
menyimpulkan bahwa kami terikat suatu hubungan khusus. Nanda ‘hampir’ selalu
ada waktu gua ke kantin ataupun musholah, dua tempat yang emang cuman itu yang
gua datengin selainparkiran kamar mandi dan sanggar pramuka sekolah. Dia
pendengar gua yang baik. Tapi hanya sampai disitu, sebagai pendengar. Dia sama
sekali ngga bisa kasih gua solusi buat semua curhatan gua ke dia. Tapu
magisnya, gua selalu nurut dan berfikir dua kali kalo gua ngga nurut sama
Nanda. Entah kenapa, setiap apa yang dia ucapin ke gua, itu adalah titah yang
emang harus gua lakuin.
Dia sosok kakak yang selalu gua
harepin ada dalam hidup gua. Dia bisa buat gua percaya dengan semua yang dia
omongin. Dia bisa buat gua peduli tentang dia, walau gua ngga pernah mau
nunjukin ‘pedulinya’ yang gua punya ke dia. Dia seorang adik yang selalu bisa
buat gua ngerasain jadi seorang kakak perempuan. Dan dia berhasil buat gua
untuk ngerasa ngga tega kalau-kalau nanti dia terluka. Nanda... nanda..
Mungkin dari sosoknya yang tampak
multifungsi itu, keanehan ini hadir. Setiap dia pegang tangan gua, perasaan
aneh seketika menjalar ke seluruh tubuh gua. Seperti kesemutan seluruh badan.
Ini lucu !!
***
‘breeekk’ Aira membuka pintu sanggar sekenanya. “Ups..”
timpalnya seketika, ketika ia melihat sosok yang tengah berdua, Nanda dan
Linda. “Maaf ganggu, gua mau ambil stempel buat ngurus proposal”
“Ngga ada, Ra” ucap Nanda setelah
ia membuka lemari dan mengubrek-ubreknya sedikit. Linda hanya diam.
“harusnya ada. Di toples putih.
Gua masuk ya” Aira bicara canggung
“Tu kan ngga ada”
“Yah” timpal Aira sebal. “aduuh,
Nda” keluh aira lirih ketika pipinya di cemol pelan oleh kawan karibnya itu.
“Kamu kenapa, Ra?”
“Ngga papa. Eh... maaf ganggu yaa
:D ciyeee” goda Aira jahil mencairkan suasana yang menurutnya canggung.
“Nggak , Ra. Kamu mesti deh”
timpal Linda yang akhirnya ikut buka mulut.
Nanda meraih tangan Aira,
“Ngapain , Nda?”
“aku mau pulang. Pamit, Ra”.
Mereka berjabat. Diarahkannya tangan Nanda pada Aira, hingga aira menciumnya
dan sebaliknya. (salaman kaya murid ke guru)
“Iya,... eh cepet jadian gih. Gua
kan uda bilang kalian cocok :D” tambah Aira ngawur, yang sebenarnya dia
menegaskan hal tersebut pada hatinya sendiri. Nanda mempererat jabatan
tangannya ke Aira yang belum ia lepas. Seakan memberi sebuah isyarat. “Gua
duluan” Aira melepas jabatan tangan yang berhasil membuat perasaan anehnya
muncul lagi.
Ia berlalu. Pikirannya campur
aduk. Ia sendiri tidak mengerti akan perasaannya saat ini. Hatinya sedikit
ngeri saat mengungkapkan bahwa mereka berdua, Linda dan Nanda, cocok. Ada
perasaan tidak terima saat ia mengetahui keberadaan mereka yang berdua tadi.
Ditariknya napas panjang.
Dihembuskannya keras. Ia bernapas satu-satu bagai orang yang kumat bengeknya.
Dipejamkan matanya. Dibawanya pikiran itu melayang. Mengangkasa bersama
klibatan peristiwa lalu.
***
Botol plastik kosong itu terus
berputar. Pasang-pasang mata awas mengamati kemungkinan ujung mulut botol itu
mengarah, seakan nyawa mereka sedang jadi taruhan dan amat ketergantungan pada
ujung botol ini.
“TOD” ucap kami berempat
memojokkan Nanda. Truth Or Dare, merupakan permaianan ‘hanya’ bagi kami. Lima serangkai.
Pandu, Nanda, Qemal, Linda, dan Aku. Dalam permainan ini sungguh ngga bolegh
ada dusta di antara kita, itu adalah sialnya permainan ini. Namun,
kenikmatannya adalah saat elo bisa tanya apapun ke Terdakwa dengan hak mendapat
jawaban ‘JUJUR’.
“Truth” jawab Nanda bego.
“Kamu pernah suka sama siapa aja
selama SMA ?” sahut Qemal menyelidik, setelah ia mendapat kode dari Linda.
“Okey ya...... em.. Elo !!”
“Gua?”
“Iya, elo Ra”
“Lainnya?” Pandu menimpalinya
cepat.
“ee... elo Lin” Linda tersenyu –iya-gua-uda-ngerti-kok-nanda-
“Elo masih punya perasaan sama
Aira?” tiba-tiba pertanyaan Pandu makin ngga masuk akal.
“ennggggg.....” Nandsa menatap
Aira “Engga”
“Lo bohong bray !” sahut Pandu. “Lihat
ke gua, ngapain lo liat ke arah sono”
“Maksud lo ? gua serius”
“Gua juga. Gua tau lo boong Nda”
***
Comments
Post a Comment